Monday, January 16, 2012

Semester Iwan Fals


 “Hyaaa... Iwan Fals lagi,” celetuk Dian, siswa kelas 2A asal Medan begitu membuka lembar kerja yang saya siapkan untuk dibahas bersama kelompoknya, pertengahan Desember lalu. Teman-teman sekelasnya ikut bersemangat mengamati lembaran kertas di meja mereka, menebak-nebak kata di bagian yang kosong. Sebagian lagi, mencoba merangkai nada, meniru Bang Iwan -sok akrab-, “sahabat baik” kami dalam pembelajaran IPS Terpadu semester ganjil 2012/2012 ini.
Iwan Fals, "guru tamu" kelas IPS SMP SMART EI
Iya nih, nampaknya tinggal tunggu waktu hingga Iwan Fals saja yang sebaiknya datang menggantikan saya mengajar di kelas ini, hehehe... Sudah empat buah lagunya saya pinjam untuk menjadi pengantar dalam membahas materi kelas 2 SMP SMART EI semester ini. Saat membahas masalah ketenagakerjaan, saya pakai lagu “Sarjana Muda” agar siswa-siswa cerdas dari berbagai penjuru nusantara ini bisa menghayati betapa ijazah pendidikan formal bukanlah lagi merupakan senjata ampuh untuk memperoleh pekerjaan yang diidamkan.
Masih dalam bab ketenagakerjaan, balada si Budi kecil yang menggigil dalam “Sore Tugu Pancoran” juga saya pernah putarkan untuk mengingatkan betapa banyak siswa mungil seumur Dian, Rozak, Indra, dkk di luar sana yang harus berjuang keras sendiri agar bisa mendapat makan setiap hari, sekaligus agar bisa mendapat ilmu di sekolah. Sebuah gambaran nasib anak bangsa yang belum juga membaik bahkan setelah enam orang presiden silih berganti menjadi pemimpin republik ini.
Bulan Oktober lalu, kami sama2 mendengarkan lagu Bang Iwan berikutnya, “Surat untuk Wakil Rakyat”, saat materi Pendidikan Kewarganegaraan memasuki bab Demokrasi. Iya, gambaran mengenai para wakil rakyat yang terhormat pada masa Orde Baru seperti digambarkan Bang Iwan, kok ya ternyata masih sama saja keadaannya di orde yang mengusung kata reformasi kini. Wakil rakyat yang seharusnya merakyat, malah berlomba pamer Hummer, Alphard, dan Bentley. Jadi apanya yang direformasi? Tingkat kesejahteraan anggota dewan saja, ya??? *ngomel2 sendiri mumpung ga ada anggota dewan*
Dan sekarang masuk materi terakhir pembelajaran kami, materi kelas IX mengenai Perubahan Sosial Budaya. Pada pertemuan sebelumnya, kami telah sama2 menelaah pengertian, aspek2 serta faktor2 pendorong atau penghambat perubahan sosial budaya. Lembar kerja saya bagikan untuk tiap kelompok, suara harmonika yang mengantar lagu Bang Iwan, “Ujung Aspal Pondok Gede” membahana di dalam kelas begitu lagu ini saya putarkan.
Di dalam kelas, kelompok-kelompok siswa yang terdiri dari empat orang, nampak seperti beradu telinga berusaha menangkap dengan baik suara penyanyi balada yang agak serak-serak gimanaa gitu ini. Dan seperti biasa, puisi sosial Bang Iwan kembali menyihir kami...
Bener, lho. Nggak bohong. Semua siswa -dan gurunya ini tentu saja- terdiam saat lagu mengalun. Kok ya seperti kami melayang ke kampung halaman kami, walaupun nama kampung kami bukan Ujung Aspal Pondok Gede. Bagai tergambar masa kecil bersama ayah dan ibu di sebuah kampung yang tadinya asri, bermain bersama kawan2 di tanah lapang depan masjid... yang kini tinggal kenangan. Kampung jadi terasa panas karena pembangunan pabrik yang merajalela, lengang ditinggal penduduknya, sesak dengan kedatangan para cukong yang mengambilalih desa...
Eh, kok jadi curhat sendiri :). Putaran pertama lagu berakhir, dan serentak seisi kelas menghembuskan nafas. Beberapa siswa bagai masih larut dalam kisah dusun Ujung Aspal Pondok Gede, pandangannya terlihat menerawang. Dan seperti yang sudah2, ada paduan suara tidak serempak, “Ulang lagunya, ustadzah...”. Oke, saya putar ulang. Sampai dua kali malah, sambil mereka akhirnya selesai mengisi bagian kosong dalam teks lagu dan mengerjakan pertanyaan dalam lembar kerja.
Kami mencocokkan bagian hilang dalam lagu. Eh, kok masih ada yang salah dengar. Teks yang seharusnya “... samping rumah wakil Pak Lurah”, ditulis “... wakil Pak Umar.” Mungkin karena di kelas 2A ini ada Umar siswa asal Tangerang :p. Diskusi menyusul kemudian dengan tiap kelompok membacakan jawaban mereka dan mempertahankannya dari “serangan” kelompok lain yang tidak sependapat.
Sekali lagi Bang Iwan Fals dan lagu2nya, menjadi sangat berjasa bagi saya dan para siswa SMART EI tahun ini memahami kondisi sosial Indonesia dengan lebih baik dibandingkan dengan hanya membaca buku panduan. Para siswa jadi mendapat pengetahuan baru, bahwa lagu yang asyik dan abadi tak harus mengenai cinta2an manusia berbeda jenis kelamin. Cinta pada bangsa yang sedang berantakan ini pun bisa jadi hiburan dan sumber penghasilan *lho?*
Semester Iwan Fals” di kelas 2 SMART EI sudah berakhir, sekarang sudah Januari, musim liburan sekolah. Para siswa yang diajar bang Iwan juga sedang di kampung halaman masing2. Minggu lalu saat saya dalam perjalanan naik Sancaka pagi ke Yogya dari Surabaya, dapat pesan singkat dari Iyas, siswa kelas 5 yang tinggal di Bekasi. Katanya, ia sedang naik bus sendirian ke Bogor menengok neneknya. Titip salam ya buat nenek, balas saya.
Titip salam buat pengamen bus ini, ga? Balas Iyas lagi. Memang penting, ya? Kejar saya agak bingung.
Pengamen ini kayaknya temannya ustadzah Vera, karena dia nyanyiin lagu2 Iwan Fals, sahut Iyas.
Baiklah, ini info tambahan, Iyas adalah siswa kelas 5 yang lumayan akrab dengan adik2 di kelas 2. Penting, ga? :)