Thursday, October 31, 2013

Kembali Dibuka: Seleksi Nasional Beasiswa SMART EI 2014/2015

Angkatan 10 SMART EI, Juli 2013 (foto oleh Aprulloh, angkatan 9 SMART EI)

SMART Ekselensia Indonesia merupakan sekolah bebas biaya, unggulan, berasrama dan akselerasi pertama di Indonesia. Diresmikan pada 29 Juli 2004 dengan lokasi terletak di Jalan Raya Parung KM 42-Bogor, Jawa Barat. Pendaftaran calon siswa baru angkatan XI SMART Ekselensia Indonesia tahun ajaran 2014/2015 telah dibuka mulai tanggal 1 November 2013 hingga 15 Januari 2014.

Sekolah ini adalah salah satu bagian dari jejaring Divisi Pendidikan Dompet Dhuafa, yang merupakan sekolah menengah setingkat SMP dan SMA khusus bagi siswa laki-laki lulusan sekolah dasar yang memiliki potensi intelektual tinggi namun memiliki keterbatasan kemampuan ekonomi keluarga.
Persyaratan Umum
  • Berasal dari keluarga dhuafa (sesuai kriteria Dompet Dhuafa)
  • Laki-laki
  • Lulus/tamat SD atau sederajat, usia maksimal 14 tahun pada 31 Juli 2014
  • Memperoleh izin dari orang tua/wali
  • Memiliki prestasi akademik, dengan kriteria rata-rata nilai rapor kelas IV-V minimal 7,0 dan tidak ada nilai 5 di dalam rapor
  • Bersedia mengikuti seluruh tahapan seleksi sesuai dengan ketentuan yang berlaku
  • Berbadan sehat dan tidak memiliki penyakit menular
  • Tidak memiliki anggota keluarga yang sedang atau pernah mendapatkan beasiswa Dompet Dhuafa

Persyaratan Khusus

  • Mengisi formulir pendaftaran calon peserta seleksi nasional beasiswa SMART yang telah disediakan panitia
  • Melampirkan fotokopi rapor kelas IV hingga V yang telah dilegalisasi oleh pihak sekolah asal.
  • Melampirkan fotokopi ijasah/STTB/STK (bila belum ada dapat menyusul).
  • Melampirkan fotokopi piagam penghargaan/sertifikat (bila ada)
  • Melampirkan surat keterangan gaji atau penghasilan orang tua/wali atau anggota keluarga yang ikut menopang pendapatan keluarga. Surat ini juga dapat berasal dari pengurus RT/RW/kelurahan/desa dan atau pengurus masjid setempat.
  • Melampirkan surat pernyataan izin dari orang tua/wali untuk bersekolah di SMART Ekselensia sampai selesai
  • Melampirkan fotokopi rekening listrik 2 bulan terakhir (bila ada)
  • Melampirkan fotokopi kartu keluarga.
  • Pas Foto Calon Peserta ukuran 4 X 6 sebanyak 2 lembar.
Batas Akhir Pendaftaran : 15 Januari 2014

Sunday, October 27, 2013

Calon Wartawan Meliput Lagi

Sabtu pagi kemarin (26/10) kembali ada sebuah ada petualangan yang dijalankan oleh 13 orang anggota terpilih klub jurnalistik S'Detik SMART Ekselensia Indonesia. Petualangan kali ini tidak jauh2, cukup dari Parung, Bogor menuju kampus Universitas Indonesia, Depok. Perbedaan petualangan lain adalah kali ini kami tidak menggunakan mobil sekolah atau mobil sewaan, melainkan dengan menggunakan angkutan umum berbayar, seperti banyak anak sekolah pada umumnya.

Perjalanan pertama dimulai pukul 6.20 pagi, menggunakan angkot rute 06 dari Parung hingga Terminal Merdeka, Kota Bogor. Dari Merdeka, rombongan kami berjalan kaki menuju Stasiun Bogor, lalu antri untuk membeli tiket KRL Commuter Line tujuan Depok. Saat ini tarif tiket KRL rute Bogor-UI 2500 rupiah.

Setelah antre beli tiket, lalu antre melewati gerbang dengan tiket elektronik

Ada tiga KRL sudah siap di peron menuju ke utara. Kami datangi KRL yang paling ramai, entah tujuannya ke Tanah Abang atau ke Kota, tidak masalah karena kami akan turun di stasiun Universitas Indonesia. Belum semua anggota rombongan kami naik, eh kereta bergerak dan berangkat! Maka tiga siswa dan ustadzah Retno pun tertinggal di peron, dan terpaksa menanti kereta berikutnya. Rombongan pertama yang tiba di stasiun UI menjelang pukul 8 pun harus sabar sekitar 30 menit menunggu tibanya rombongan kedua, sebelum akhirnya kami keluar stasiun menuju lokasi kunjungan pertama, Festival Dongeng Indonesia 2013.

Yani dan Vikram, duo reporter asal Jambi di depan FIB UI
Mungkin informasi yang saya dapat mengenai lokasi pelaksanaan festival di Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya UI (FIB UI) kurang tepat, karena kok ya Sabtu pagi ini FIB sunyi dari tanda2 festival apa pun. Yang ada malah beberapa kucing yang kemudian difoto dengan gaya masing2 :p. Jadi kami lanjut ke lokasi festival di Perpustakaan UI. Alhamdulillah, di sini rameee... Langsung deh para reporter muda ini malah cari lokasi berfoto diri, hehe...

Azzam, Vikram, Aziz dan Aji foto bareng di tembok Festival Dongeng Indonesia

Kakak pendongeng dengan keluarga muda pendengarnya (foto oleh Ahmad Ilham Akbar)
Acaranya cukup seru, dan masih banyak acara seru seputar dongeng yang maunya kami saksikan semua di festival yang cuma sehari ini. Tapi kan kami punya janji bertemu dengan kakak2 pengurus pers mahasiswa UI, Suara Mahasiswa UI di Pusgiwa. Kami beranjak, lalu salah halte saat menanti bus kampus ke Pusgiwa, sehingga terlambat tiba di lokasi. Saat ini pun anggota rombongan sudah berkurang dua orang karena Satrio dan Vikram harus kembali terlebih dahulu ke Bogor. Maaf ya kakak2...

Kakak2 ini selama kira2 satu setengah jam kemudian banyak berbagi cerita suka duka pengelolaan majalah kampus yang mereka terbitkan, yaitu Majalah Suara Mahasiwa dan newsletter bulanan Gerbatama. Terima kasih ya, kak Puput dkk. Semoga pengalaman kakak2 ini bisa menjadi penguat motivasi kru S'Detik untuk menghidupkan terus penerbitan DuaBelaSdetik dan Sdetik untuk memberitakan kebenaran, ya!


Foto bersama kakak-kakak Suara Mahasiswa UI, difoto oleh kakak SuMa juga :)

Sekarang saatnya foto bareng di belakang Pusgiwa dengan fokus yang terbagi ke dua kamera (foto oleh Ade Putra TP)

Wednesday, October 23, 2013

"Do What Is Right..."

Jenderal Tadamichi Kuribayashi, diperankan oleh Ken Watanabe.
(Foto dari www.wallpaperpimper.com)
Kemarin kami menyaksikan bersama film The Letters from Iwojima. Film keluaran tahun 2006 yang disutradarai oleh Clint Eastwood dan satu paket dengan Flags of Our Fathers ini ditayangkan di kelas IPS Terpadu SMP SMART EI sebagai pengantar materi pendudukan Jepang di Indonesia.



Terpaksa memang film ini harus mengalami percepatan di beberapa adegan, karena durasinya yang 140 menit tidak cukup untuk ditonton dalam waktu 3 jam pelajaran dalam satu kali pertemuan. Diskusi usai menonton pun hanya sempat beberapa saat sebelum bel usai pelajaran hari itu berbunyi. Tidak apa2, yang pasti pesan film ini bisa terendap dalam benak, minimal semalam dulu lah.

Dalam pertemuan berikutnya di kelas, hari ini, saya memulai materi pendudukan Jepang ini dengan membagikan sepotong kertas pada masing2 siswa. Semua siswa saya minta berkolaborasi, dua kalimat dan satu judul apa gerangan yang bisa muncul dari potongan2 kertas tersebut. Begitu saya beri tanda untuk bergerak, mereka celingukan sesaat, lalu bicara nyaris serentak.

Hey, mana yang "right"?
Ini bahasa Indonesia, lho...
Eh, ada yang bahasa Inggris juga ya?
Ini "Iwojima" ni... Film yang kemarin.
Ada yang bahasa Inggris, ada yang bahasa Indonesia. Yang dapat bahasa Indonesia kumpul sini...

Dan mereka bergerak ke arah dua titik cahaya terang... pusat kalimat berbahasa Inggris dan bahasa Indonesia, ...

... mulai menyusun kata2 yang ada menjadi kalimat ...

... baik kalimat dalam bahasa Indonesia ...

... maupun kalimat berbahasa Inggris.

Setelah susunan kalimat ini ditempel di balik peta, dibaca bersama,

Do what is right because it is right. Lakukan hal yang benar karena itulah hal yang benar.

dan alhamdulillah ada yang ingat, dari bagian apa dalam film Letters from Iwojima kalimat ini dikutip.

Ini dari surat ibunya Sam! 
("Sam" adalah salah satu tokoh dalam film tersebut, seorang prajurit Amerika yang menyerbu Iwojima, tertembak dan dirawat oleh tentara Jepang di bawah komando Kapten Takeicihi Nishi, tapi kemudian meninggal dalam gua pertahanan Jepang, hiks... kasihan...)

Baik kelas 2B dan 2A, hari ini menanamkan kembali ajaran universal ini: Lakukan hal yang benar, karena itulah hal yang benar. Bukan karena hal itu yang sedang jadi tren, atau diminta oleh atasan :)

Dengan kegiatan pembukaan tadi, semua siswa jadi bersemangat untuk berdiskusi dan membahas materi pedudukan Jepang di Indonesia. Terima kasih untuk semangat belajar hari ini, ya...



Wednesday, October 2, 2013

Melihat Dunia Mulai dari Titik Nol

Hm... Hmm... Hm... Ada guru tamu lagi di SMART Ekselensia Indonesia.

Hari ini kami mendatangkan Agustinus Wibowo, seorang penulis tiga buku mengenai perjalanannya ke beberapa negara yang jarang didatangi oleh sebagian besar pelancong Indonesia yang bertandang ke luar negeri. Ketiga buku itu adalah Selimut Debu, Garis Batas, dan Titik Nol. Karena blog ini bukan blog buku, dan tulisan ini juga tidak diniatkan untuk menjadi resensi buku, maka kisah dalam tiga buku itu silakan cari di sumber lain :p

Kuliah tamu hari ini adalah kerjasama antara pembelajaran IPS Terpadu dan Bahasa Indonesia. Dari materi IPS, diharapkan siswa memahami perbedaan yang ada di negera-negara yang pernah dikunjungi oleh Mas Agus. Untuk pelajaran Bahasa Indonesia, buku2 beliau yang termasuk sebagai "travel-literature" akan dijadikan bahan untuk resensi buku non-fiksi. Ada juga penugasan bagi siswa kelas 1 untuk melakukan wawancara dengan beliau.

M. Fathikhur Rafi sebagai pembaca buku "Titik Nol" dan M. Fadhli sebagai moderator mendampingi mas Agus

Ada wartawan2 cilik yang mewawancarai mas Agus seusai acara: M. Arief, Bima Awanda dan Rama Ahmad Noor Faizi