Friday, August 5, 2016

Tembok Tua Batavia, Tembok Tua Merana

Sebuah kesempatan untuk belajar bersama guru2 baru kembali hadir. Lewat ajakan uda Aldo Zirsov, seorang teman Goodreads Indonesia, kemarin (4/8) saya bisa hadir di sebuah lokakarya yang diadakan oleh Pusat Dokumentasi Arsitektur. Pengisi lokakarya ini selain dari PDA juga ada dari Arsip Nasional RI dan Atlas of Mutual Heritage, sebuah proyek pengumpulan data peninggalan bersejarah di dunia dari Belanda.
Kegiatan diskusi di Kafe Historia, kawasan Kota Tua Jakarta ini saja sudah begitu menarik bagi saya yang sudah lama tidak punya kesempatan menimba ilmu dari praktisi, apalagi kegiatan lanjutannya. Inilah kegiatan favorit saya selain membaca dan tidur: jalan-jalan! Tertulis di jadwal, kegiatan jalan-jalan ini akan menuju Gudang Timur VOC di Batavia, dipandu oleh Bapak Candrian Attahiyat, arkeolog senior Universitas Indonesia yang kini menjabat sebagai anggota Tim Ahli Cagar Budaya DKI Jakarta.
Sesuai jadwal, sekitar pukul 14.30 kami sudah bersiap menuju kawasan Pasar Ikan. Sekitar tiga puluhan peserta lokakarya naik angkot menuju Museum Bahari, walau itu bukan tujuan utama kami. Pak Candrian membawa kami tepat ke seberang museum tersebut. Pertama untuk menunjukkan bekas fondasi jembatan dari bata merah yang dibangun sejak abad 18 yang kini merana menanti akhir keberadaannya; dan kedua mengajak kami membayangkan bila di lokasi kami berdiri beberapa tahun lagi tanggul laut setinggi lima meter didirikan pemerintah demi (katanya) melindungi Jakarta dari banjir akibat gelombang pasang.
Bekas fondasi jembatan yang dibangun VOC

Di lokasi ini beberapa bulan lalu kontroversi proses penggusuran penduduk ilegalnya menjadi berita 'panas' di berbagai media tanah air. Di tanah timbunan sekian puluh tahun di bawah sepatu kami terlihat jelas runtuhan tembok, potongan kayu, aneka rupa sisa sampah sebagai tanda bekas pemukiman. Sebagian bangunan semi permanen masih berdiri, sedang dipreteli bagian2nya oleh pemiliknya sebelum gelombang penggusuran berikut tiba tanpa ampun. Belasan alat berat juga masih bekerja di bagian lain lahan, sebagai usaha meratakan kawasan untuk mempermudah akses pemilik properti di pulau2 reklamasi di Teluk Jakarta.
Sebuah bangunan besar modern berada di seberang sungai. Sebelumnya, Pak Candrian menyebut bangunan pintu air Pasar Ikan ini dengan sebutan "norak." Tapi itu bukan bahasan saya. Kami kembali melangkah ke samping deretan pagar besi tepat di sisi jalan depan Museum Bahari. Di situ masih ada sebentuk tembok rendah, terbuat dari bata merah yang lebar dengan permukaan lebih halus daripada bata buatan zaman sekarang. Inilah sisa tembok kota Batavia yang dulu dibangun hingga setinggi tujuh meter sejak abad ke-17 oleh VOC. Sisa tembok ini tersebar sedikit2 di kawasan ini, bercampur dengan tembok pembatas lain, termasuk yang dibangun di masa reformasi (setelah 1998).

Sisa tembok Batavia di kawasan Pasar Ikan.

Di balik sisa tembok tua yang tertimbun selama berabad-abad dan tingginya kini tinggal sedengkul itu, tampak "mengambang" beberapa bangunan kayu di tengah genangan air gelap kehijauan yang nyaris tidak bergerak. Rupanya bangunan2 inilah yang termasuk bangunan tertua di Jakarta, dulu merupakan gudang rempah2 yang dibangun VOC saat mulai berniaga di Jayakarta, di atas lahan yang disewa dari Kesultanan Banten, tahun 1600-an. Nantinya sekitar gudang dibangun tembok dan benteng yang dipersenjatai meriam dan digunakan untuk mengalahkan kesultanan ini. Ha. Senjata makan tuan.

Gudang tua VOC Pasar Ikan
Di sekitar bangunan bekas gudang hingga kini masih ada beberapa keluarga yang bertahan hidup dikelilingi air hijau kecoklatan serta bangunan terlantar lain baik berbahan tembok atau kayu. Beberapa anak masih ramai bermain; mereka bilang, kadang menemukan uang di antara bangunan2 terlantar itu. Saat saya tanya, sebagian masih bersekolah dan ada yang menyebut sudah berhenti sebelum lulus SD.

Rombongan jelajah kami melanjutkan perjalanan, masuk Museum Bahari melalui pintu belakang. Tidak lama di dalam, kami segera melangkah keluar, melewati Menara Syahbandar, menyeberang Jalan Kalibesar dan menyusuri Jalan Kerapu. Ternyata ada dua kegiatan jelajah kampung di sepanjang anak Sungai Ciliwung di kawasan ini, tapi nanti saya ceritakan di bagian lain saja. Perjalanan kami adalah mengunjungi sisa2 tembok tua Batavia dan Gudang Timur VOC.

Tinggal sekian ratus meter tembok yang dulu menjadi batas Batavia kini tersisa. Kondisi setelah lebih dari 300 tahun pun tampak tak terawat; banyak batu batanya terbuka dan pohon2an liar tumbuh dengan sulur2 akar menjulur tembok. Belum lagi jaraknya yang begitu dekat dengan pemukiman warga, membuat sebagian dari sisi luar tembok ini dimanfaatkan sebagai dinding samping tempat leyeh2 atau pos ronda. Cukup sulit untuk membayangkan lokasi tempat kami berdiri ini pada tahun 1700-an sudah berada di luar Batavia, sebuah kawasan yang dalam istilah sekarang bisalah disebut "Jakarta coret".

Sisa tembok Batavia tepat di samping pemukiman warga Kampung Tongkol

Miris? Tentu. Tapi kita belum melihat, ada apa di sisi dalam tembok ini. Dipimpin Pak Candrian, kami kembali melangkah ke utara, kali ini menempel tembok, mencari satu2nya pintu masuk dari masa lalu yang tersisa. Tembok setebal (kira2) dua meter ini punya sebentuk lubang pintu dengan bagian atas setengah lingkaran. Bagian utara dari pintu ini runtuh sama sekali tak bersisa, lebih jauh lagi adalah ruas jalan tol menuju Pelabuhan Tanjung Priok. Kami memasuki celah pintu, masuk ke bagian dalam tembok, dan melihat ...

... sisa Gudang Timur VOC dengan halaman berubah menjadi tempat parkir truk besar.
Kondisi tembok dalam ini tidak jauh berbeda dengan sisi luarnya. Bangunan besar putih tertutup tanaman bersulur di bagian kiri foto dulu adalah gudang gandum milik VOC. Sekarang dibiarkan kosong, hanya dimanfaatkan oleh para supir truk untuk beristirahat menanti giliran mengemudi membawa truk dan muatannya sesuai perintah bos. Truk2 parkir di luar, bapak2 supir istirahat di dalam.

Nah, begitulah. Rupanya sejak berpuluh tahun silam, bagian sebelah dalam tembok Batavia yang tersisa ini berada dalam penguasaan salah satu bagian TNI Angkatan Darat. Situs bersejarah ratusan tahun ini tampak begitu merana. Hingga akhir tahun lalu, kabarnya, di tempat saya berdiri mengambil gambar ini masih berdiri gudang tua lain, yang kemudian dirobohkan demi lapangan parkir yang lebih luas.

Penjelajahan kami sore itu masih mengunjungi satu kampung lagi di kawasan ini, namun gambaran tembok tua yang merana ini masih terbawa. Sampai kapan ya warga Jakarta masih bisa melihat sendiri sisa berdirinya tembok kota ini?

Atau sudah banyak yang tidak peduli?

Monday, April 11, 2016

Gelang Super Naik KRL

Sabtu (12/3) saya mengunjungi Stasiun Bogor, menjemput adik ipar saya yang dikirim mengikuti pelatihan kesehatan calon jamaah haji Kota Banda Aceh. Sambil menanti, mumpung hujan deras juga sedang mengguyur, saya jadi mondar mandir saja di depan loket penjualan tiket kereta. Dan jadi punya waktu foto2 sebentar. Di antaranya mengambil gambar dari genangan di halaman stasiun :)

Refleksi bangunan di seberang Stasiun Bogor melalui genangan bekas air hujan
Sebagaimana di banyak stasiun kereta commuter line di Jabodetabek, saat ini penjualan tiket kereta di Stasiun Bogor juga telah menggunakan mesin penjualan mandiri. Ada delapan mesin di stasiun ini, ditambah dua loket penjualan manual yang dilayani oleh petugas stasiun. Penerapan penjualan tiket serta pengembalian biaya jaminan secara otomatis ini memang baru berjalan beberapa bulan. Masih banyak calon penumpang yang belum paham penggunaannya. Padahal sebenarnya penggunaan mesin ini cukup mudah dan jelas instruksinya.

Misalnya dari Bogor kita hendak menumpang kereta ke Pasar Minggu, tanpa memiliki tiket elektronik berlangganan (sebutannya Kartu Multitrip / KMT. Buat saya singkatan ini kok jadi mengingatkan pada partainya Chiang Kai-Shek, ya. Kuomintang, hehe...). Berarti kita harus membeli karcis sekali jalan atau kartu Trip Harian Berjaminan (THB).

Di depan mesin penjualan tiket itu kita tinggal masukkan nama stasiun tujuan, yaitu Pasar Minggu. Nanti akan tertera jumlah uang yang harus kita masukkan ke dalam mesin, yaitu Rp 13.000. Biaya ini terdiri dari Rp 3.000 ongkos perjalanan Bogor-Pasar Minggu, dan Rp 10.000 sebagai jaminan kartu.
Kita bisa memasukkan uang pas, bisa juga uang dengan pecahan lebih besar, lalu menunggu uang kembalian keluar dari mesin. Kartu jaminan bisa kita uangkan kembali melalui mesin di stasiun tujuan, atau di stasiun mana saja di Jabodetabek dalam waktu tujuh hari.

Pengguna KMT juga bisa memakai jasa mesin ini untuk mengisi tambahan saldo kartu mereka. Tinggal masukkan kartu, kemudian pilih perintah isi ulang (top up), masukkan uang ke dalam mesin, saldo pada kartu akan bertambah, siap untuk perjalanan berikutnya.

Antrean di depan delapan mesin penjual tiket otomatis di Stasiun Bogor
Petugas Stasiun Bogor membantu calon penumpang mengoperasikan mesin
Enaknya pakai KMT ini, kita tidak usah antre di depan loket atau mesin tiket tiap kali hendak bepergian naik KRL. Cukup sentuhkan kartu kita pada pembaca kartu di gerbang masuk peron di tiap stasiun. Bila saldo kartu mencukupi, kita bisa langsung masuk peron dan menaiki KRL hingga stasiun tujuan.

Saat ini ada tiga jenis KMT yang disediakan. Pertama jenis kartu magnetik biasa, kedua jenis gelang karet, dan ketiga jenis gantungan kunci. Khusus yang kartu, beberapa bulan lalu sempat ada promosi pembuatan kartu bergambar khusus sesuai keinginan penumpang. Misalnya, kita ingin punya kartu KMT bergambar foto diri atau desain buatan kita, bisa saja. Harga kartu dengan gambar pesanan tentu lebih mahal dibandingkan KMT perdana yang bisa kita beli seharga Rp 50.000 dengan saldo Rp 20.000 itu. Tapi dengar2 sih pesanan KMT berdesain khusus ini untuk sementara dihentikan.

Sebenarnya saya sudah sempat bertanya2 pada petugas promosi di Stasiun Bogor ini, berapa gerangan harga pembelian perdana gelang KMT dan gantungan kunci KMT. Sayangnya karena informasi tersebut tidak saya catat (dan sok mengandalkan ingatan), lupalah saya akan harganya, hehe...

Jenis KMT bentuk kartu (kanan atas), gantungan kunci, dan gelang super :p
Ayolah, sekarang tidak usah takut mendatangi mesin penjual tiket KRL Jabodetabek. Silakan pilih tujuan Anda untuk keliling Jakarta dan sekitarnya.

Friday, August 14, 2015

48th ASEAN Day 2015

Tahun 2013 lalu saya dan ustadzah Uci Febria berkunjung membawa satu angkatan 8 SMART Ekselensia Indonesia untuk kunjungan belajar PKN di Gedung Sekretariat ASEAN. Rupanya korespondensi via surel yang kami lakukan masih disimpan oleh sekretariat itu, termasuk alamat surel saya. Tahun ini, tahun ke-48 berdirinya ASEAN, saya kembali dikirimi surel undangan untuk hadir bersepuluh di rangkaian acara ASEAN Day Festival.

Biar nggak bingung, saya hubungi ustadzah Dina, penanggungjawab kurikulum SMART EI, untuk menanyakan, mungkinkah delapan siswa SMART diajak hadir di acara tersebut. Setelah surel dari Sekretariat ASEAN itu saya lanjutkan kepada beliau, dan ternyata Pak Kepsek mengizinkan. Pada hari undangan, tengah hari Senin (10/8), saya menjumpai mereka, ustadzah Dina dan delapan siswa SMP-SMA SMART EI di kampus Universitas Al Azhar Indonesia, untuk bersama menuju ke gedung Sekretariat ASEAN.

Acara peringatan 48 tahun ASEAN ini selain ada pameran produk di halaman depan, juga menampilkan acara semacam kolaborasi wayang dari seniman2 dari negara ASEAN. Karena senimannya gado2, jadi pentas ini membutuhkan siswa yang paham bahasa Inggris. Saya pilihkan di antara mereka beberapa "tokoh kunci" yang rencananya akan mempersiapkan Olimpiade Humaniora Nusantara (#OHARA2015) dan International Day Festival tahun ini.

Nah, begitulah. Semoga acara yang kami hadiri ini bisa berguna untuk kegiatan kreatif yang akan kami adakan :)

Wednesday, July 8, 2015

This Could Be ...

Bulan Ramadhan tahun ini sudah berjalan dua pekan. Di sekolah kami, SMART Ekselensia Indonesia tidak ada kegiatan belajar mengajar hingga tahun ajaran baru dimulai setelah Idul Fitri. Saat ini kegiatan itikaf bagi siswa2 juga akan segera dimulai. Mumpung masih ada rezeki, saya dan Ustadzah Detty membuat acara buka puasa bersama dengan siswa2 angkatan 8 dan 9 secara terpisah.

Acara bersama angkatan 8 sudah dilaksanakan pekan lalu, dan lupa ga ada foto2nya, hehe... Guru lain yang hadir dan ikut membantu meramaikan ketersediaan konsumsi adalah ustadzah Dini dan ustadzah Uci (dan suami ustadzah Uci :p). Selain itu hadir pula ustad asrama angkatan 8, yaitu ustad Wili. Acara pokok selain buka puasa adalah doa kami semua agar anggota angkatan tertua di SMART saat ini bersiap menghadapi tahun terakhir di sekolah, dan bisa melanjutkan ke kampus pilihan di tahun ajaran mendatang, amiiin...

Bersama angkatan 9, acara buka puasa baru berlangsung kemarin, Selasa (7/7). Di antara para hadirin ada bintang tamu, dua orang guru SMART EI yang sudah berpindah tempat tugas, yaitu ustadzah Irena dan ustadzah Retno. Masih ada beberapa guru lain yang diundang, tapi mereka tak bisa ikut karena mungkin sudah ada janji berbuka puasa bersama keluarga di rumah. Ada pula yang kehadirannya diwakili makanan berbuka seperti ustadzah Dina. Keluarga ustadzah Detty hadir lengkap. Beberapa ustad yang diundang, alhamdulillah menyempatkan hadir, seperti ustad Syaiful, ustad Sriyono, ustad Wildan, dan ustad Firman. Juga ada seorang kakak alumni yang baru lulus dari angkatan 7, yaitu Kak Hadi, ikut berbuka puasa bersama kami.

Tamu yang tak kalah istimewa adalah dua orang kakak alumni angkatan 4 yang memang sengaja diundang jauh2 dari Solo dan Depok, yaitu Kak Dede dan Kak Iyas. Tak pernah mengalami masa belajar bersama dengan angkatan 9 yang baru memasuki tingkat SMA di kampus SMART EI ini, namun sepak terjang dan keharuman nama kedua alumni di bidang masing2 (aisssh...) tak asing terdengar di kalangan para junior. Alhasil sesi menanti azan magrib diisi dengan rubrik konsultasi kehidupan kampus bersama kak Dede yang berkuliah di UNS Surakarta, dan Kak Iyas mahasiswa Fakultas Psikologi UI.

Sisa acara, selain makan2, ya foto2 deh :)


Pembawa acara, Zikri dan Syam'un

Penampilan hiburan lagu oleh Arman, Jefri, Galih dan Ibnu


Kakak2 alumni yang jadi undangan istimewa

Selamat melanjutkan ibadah Ramadhan. This could be our last Ramadhan together, hopefully many blessings come from Allah for us afterward. Semoga kita mendapat berkah Ramadhan ini dan dipertemukan kembali dengan Ramadhan di tahun2 mendatang, aamiin...






Catatan: foto2 ini kisah ini bukan diambil oleh saya. Nggak tahu oleh siapa, karena kamera Olympus saya ini kemarin beredar di tangan beberapa siswa.

Friday, April 10, 2015

Gunung Padang: Mission Accomplished!

Seperti orang punya utang, kalau kita punya misi yang belum tertunaikan, kok rasanya tidak enak ya. Berjalan terasa berat, tidur tidak nyenyak, makan tidak enak... 

Oke, kalimat terakhir di atas berlebihan :) Kalau bagian punya misi yang belum tertunaikan, hal itu benar belaka. Sejak mengambil amanah mengajar mapel sejarah di SMA SMART Ekselensia Indonesia tahun ajaran lalu, saya langsung membedah materi untuk membuat pembaruan dalam rencana pelaksanaan pembelajaran. Harapan saya, hanya sedikit saja buku teks yang ada di sekolah selama bertahun-tahun, yang akan menjadi sumber belajar di kelas. Jadinya setiap ada surat kabar dan majalah yang memiliki berita menarik, saya simpan. Berbagai metode penyampaian pembelajaran saya kulik2 agar bisa digunakan dengan lebih.

Contohnya, pembelajaran mengenai masa praaksara dengan mencoba meniru teknik pembuatan logam manusia masa itu dengan belajar menjadi undagi. Kita tidak bisa pergi ke masa lalu, tapi bisa menerapkan pengetahuan kita untuk menyelami kehidupan di masa itu.

Dan tentunya, tempat belajar yang menarik perlu disiapkan. Belajar sejarah yang paling asyik sebenarnya adalah di lokasi kejadian di masa lalu. Tapi kita kan tidak punya "pintu ajaib ke mana saja" a la Doraemon, jadi terpaksa lokasi belajar masih di wilayah yang terjangkau di sekitar Bogor saja. Tapi sekali-sekali boleh deh, kita rancang pembelajaran yang bisa sekaligus membawa berkelana jauh... sampai ke masa lalu. 

Sudah sejak setahun lalu saya dan ustadzah Detty, guru geografi sekolah kami, merancang pembelajaran lapangan bersama di sebuah lokasi yang sangat menantang dan "nyambung" dengan materi kami di kelas X. Materi sejarah mengenai peradaban awal masyarakat Indonesia, dipadukan dengan materi lithosfer di kelas geografi, tentu akan terasa gregetnya jika dipadukan dalam pembelajaran di situs kontroversial yang sedang ramai dibicarakan, situs megalitik Gunung Padang, Cianjur.

Dirancang sedemikian lamanya, tadinya kunjungan ini akan dilaksanakan sekitar bulan Oktober 2014. Selain materi sejarah dan geografi, pelajaran bahasa Indonesia juga akan bergabung dengan materi menulis dan membaca berita. Khusus untuk siswa jurusan IPA, bahkan ada materi Fisika menyelidiki medan magnet di seputar kawasan. Namun ada gangguan yang tidak memungkinkan pembelajaran ini terlaksana saat itu. Masa berlalu, semester berganti, dan jadwal diputar, hingga akhirnya kami bisa berangkat ke situs megalitik yang usianya dikatakan lebih tua daripada piramida Mesir ini.

Sebanyak 34 siswa kelas 4 SMART EI berangkat dari sekolah hari Kamis (9/4), sekitar pukul 5.20 WIB, didampingi oleh saya, ustadzah Dini guru sosiologi, ustadzah Retno yang mewakili guru bahasa Indonesia, plus ustad Eko dan ustad Juli sebagai pendamping pengemudi di bagian depan truk penumpang milik Kopassus yang kami sewa :)

Perjalanan Parung-Cianjur sampai memakan waktu 3,5 jam dengan rute bagai perjalanan Ninja Hattori yang mendaki gunung lewati lembah. Alhamdulillah kami tiba juga dengan selamat sekitar pukul sembilan, saat lokasi situs bisa dibilang masih kosong dari serbuan pengunjung. 

Gerbang masuk areal situs Gunung Padang.
Berfoto sebelum mulai mendaki teras-teras Gunung Padang (foto oleh Ilyas FMA).
Mendengarkan penjelasan Pak Yudha, salah seorang pemandu di situs Gunung Padang
Foto bersama di areal teras ketiga (foto oleh Ardi Rein)
... dan foto bersama lagi sebelum beranjak pulang :p... (foto oleh M Fatih Daffa).

Nah, dari sini, cerita akan dilanjutkan oleh salah satu siswa peserta pembelajaran lapangan ini, Farid Ilham Muddin, di laman situs duabelasdetik.com. Selamat membaca :)

Wednesday, April 1, 2015

Pengumuman Peserta Tes Psikologi SNB SMART EI 2015/2016

Bismillahirahmanirrahim.

Kelas pengayaan bahasa angkatan 11 SMP SMART Ekselensia Indonesia

Berikut ini adalah nama2 para calon siswa dari wilayah Jabodetabek yang lolos ke tahap tes psikologi dalam rangkaian Seleksi Nasional SMART Ekselensia Indonesia 2015/2016.

  1. Abdul Malik Fajar
  2. Adandi S.R.
  3. Agil Munawar
  4. Ahmad Al Wabil
  5. Ammar Asy Syakur
  6. Dafa Azhari
  7. Dito Mursalim
  8. Fakhri Khairi
  9. M. Aiman
  10. M. Fadhil Ilham
  11. M. Haidar Nurwaskita
  12. M. Nawaf
  13. M. Raihan Azmi
  14. M. Rizki R.
  15. M. Sahal
  16. M. Zidan R.
  17. Nur Indra S.
  18. Rafli SR.
  19. Ramadhan Qurtubhiy
  20. Sulthan Yusuf Maulana



Tes akan dilaksanakan di kampus SMART EI, Jl Raya Parung-Bogor KM 42, Kemang, Bogor, pada hari Sabtu, 18 April 2015, mulai pukul 07.00 WIB.

Selamat mempersiapkan diri, teman2. Semoga sukses menjalani tes dan diberi hasil terbaik oleh Allah swt...

Thursday, March 5, 2015

Merayakan "World Read Aloud Day 2015"

Selalu senang bila kalender menunjukkan waktu memasuki awal Maret. Ini artinya pada hari Rabu minggu pertama ada kegiatan seru yang bisa dilakukan bersama banyak pembaca di seluruh belahan dunia, yaitu "World Read Aloud Day". Mari tengok kalender terdekat, di tahun 2015 ini, peringatan hari membaca keras2 untuk orang lain ini jatuh pada tanggal 4 Maret. Rabu kemarin. Iya, kemarin.


Di sekolah kami nun di pedesaan Jampang nan basah di musim hujan, kegiatan membaca ini diadakan bersama siswa2 kelas 1 SMP SMART Ekselensia Indonesia, pada jam pengayaan bahasa setelah dzuhur. Sebagai anggota Goodreads Indonesia, komunitas berbasis kegiatan daring bidang baca-membaca, saya terpacu untuk bisa melihat minat baca di kalangan siswa paling muda SMART EI tahun ajaran ini.

Sebabnya, karena ada survei yang dilakukan Badan Pusat Statistik (BPS) yang menunjukkan penurunan minat baca masyarakat. Berdasarkan hasil survei 2006-2012, untuk surat kabar ada tren penurunan. Pada 2006, persentase orang yang membaca ada 19,98, selanjutnya untuk 2009 turun menjadi 16,26, dan 2012 menjadi 15,06.

Penurunan jumlah pembaca juga terjadi terhadap tabloid/majalah. Persentase masyarakat yang membaca tabloid/majalah berkurang, dari 11,26 persen pada 2006, turun menjadi 7,45 persen pada 2009, dan 6,92 persen selama 2012.

Sementara itu, untuk pembaca buku cerita cenderung stabil. Pada 2006, angkanya sebesar 6,46 persen, turun jadi 4,58 persen pada 2009, dan naik lagi menjadi 5,01 persen untuk 2012. Selanjutnya, yang membaca buku pelajaran sekolah meningkat, dari 18,27 persen pada 2006 menjadi 19,13 persen selama 2009, dan 20,48 persen pada 2012 (data dari VivaNews.com, 19 Desember 2014)

Apakah hasil survei tersebut sesuai dengan kondisi di SMART, saya tidak tahu karena belum pernah ada penelitiannya. Tapi mengenai "membaca dengan suara keras" (reading aloud) yang dilakukan guru (atau orang dewasa) kepada siswa (atau anak2) konon ada beberapa manfaatnya, yaitu memberikan contoh proses membaca secara positif; mengekspos siswa untuk memperkaya kosa kata; memberi siswa informasi baru; mengenalkan kepada siswa berbagai aliran sastra; serta memberi siswa kesempatan menyimak dan menggunakan daya imajinasinya.

Tentu kegiatan membaca keras ini harus ada persiapannya ya. Persiapan utama adalah mencari buku2 yang sesuai untuk pembaca dan pendengarnya. Saya sudah bongkar buku2 saya di tiga lemari terpisah untuk kegiatan ini, lalu terkumpullah sepuluh buku yang menurut saya cocok untuk dibaca siswa usia 12-13 tahun. Semuanya buku terjemahan (waaah... apa boleh buat) dari pengarang2 dunia dengan cerita mengenai dunia anak2 tentunya.

Mustinya ada 35 siswa yang ikut, sayangnya tiga di antara mereka hari itu mendapat cobaan berupa tubuh yang kurang mendukung untuk berangkat ke sekolah. Jadi ya di hadapan tiga puluh dua siswa ini saya contohkan terlebih dahulu pembacaan dengan dua keras dua paragraf dari buku "Kisah Hidup" Roald Dahl, penulis cerita anak Inggris keturunan Norwegia. Buku ini saya pilih karena merupakan otobiografi Dahl, yang mengisahkan saat sang penulis masuk sekolah asrama terpisah dari ibu dan saudara2nya pada usia yang juga belia.

Berikutnya, saya dibantu ustadzah Retno, pengajar Bahasa Indonesia yang keren di SMP kami. Tiga puluh dua siswa itu kami bagi menjadi delapan kelompok kecil, dan tiap kelompok dipinjami buku untuk dibaca bersama. Mereka bergantian membacakan bagian dalam buku masing2 dalam kelompok, dengan gaya dan intonasi yang menarik.

Setiap kelompok kami kunjungi, dengan tujuan mencari cerita yang dibacakan dengan asyik dan seru untuk seisi kelas. Sungguh menarik mengamati kesepakatan di antara mereka untuk menentukan giliran membacakan dan seberapa banyak bagian yang dibaca setiap orang.




Buku "Minoes" karya Annie MG. Schmidt
"Untunglah, Susunya", karangan Neil Gaiman
Buku Roald Dahl, "Jerapah, Pelikan, dan Aku"
Masih Roald Dahl, "Kisah Masa Kecil"
Buku "Dua Puluh Satu Balon Udara", karya William Pene du Bois
Buku Frances Hodgson Burnett, "The Little Princess".
Ada Roald Dahl lagi, "Mr Fox yang Misterius."
Buku Lemony Snicket, "Mula Malapetaka".




Setelah keliling delapan kelompok ini, mengamati keseruan tiap kelompok menikmati pembacaan keras2 dari teman2, akhirnya ada sesi Yahya membacakan buku yang ada di kelompoknya untuk semua temannya di kelas. Buku yang dibacanya adalah karya terbaru Neil Gaiman, spesialis cerita "tidak biasa" mengenai dunia anak2. Ini lho aksi Yahya:





Nah, nah... membaca cerita dengan suara keras itu menyenangkan, ya? Semoga selalu semangat membaca, ya Nak :)