Saturday, June 28, 2014

Pengelana Jakarta Susulan

Suatu masa di bulan Maret 2014 lalu, sudah berlangsung pengelanaan siswa2 angkatan 9 SMART Ekselensia Indonesia ke kawasan Kota Tua Jakarta. Saat itu, tujuh di antara para siswa angkatan ini tidak bisa ikut karena ada yang sakit, dan ada yang mengikuti lomba di luar sekolah. Mereka adalah Vikram, Rafi, Syam'un, Satrio, Ade, Daffa dan Anggi. Wajar jika pada kesempatan lain mereka bertujuh ini minta diajak untuk berkelana seperti teman2nya, walaupun tidak seramai jika pergi bersama satu angkatan.

Nah, kami akhirnya bisa pergi pada saat liburan setelah urusan kenaikan kelas dan wisuda angkatan 6 beres. Tambahan lagi kami berkejaran dengan kedatangan bulan Ramadhan yang sudah menghitung hari. Jatuhlah hari pengelanaan kami ini pada hari Rabu, 25 Juni lalu. Karena sudah masuk masa libur sekolah pula, saya tak tega mengajak guru lain untuk berkelana. Biarlah sajalah kami berdelapan berkelana minimalis ke sudut2 Jakarta.

Vikram, Satrio dan Syam'un sudah berpengalaman naik KRL Jabodetabek. Saya pun berpesan kepada mereka bertiga untuk memandu kawan2 lain menaiki KRL dari Bogor ke Stasiun Kota, tempat saya akan menjumpai mereka. Saat saya tiba pagi jelang siang itu (iya, saya terlambat :p), ternyata Daffa dan Anggi tidak tampak. Rupanya ustad asrama tidak memberi izin pergi kepada keduanya karena satu dan lain hal. Baiklah... Lima anak pun tak kalah ramai. Segeralah kami menyeberangi jalan keluar dari stasiun menuju tujuan pertama, Museum Bank Indonesia.

Macam apa isi museum ini, silakan cari tulisan2 lain ya. Atau cek lewat google pun banyak infonya. Tidak ada tiket masuk yang harus dibayar, namun kita diminta mengisi buku tamu dan setelahnya memperoleh secarik tiket masuk. Dalam tulisan ini kita nikmati saja foto kelima personil boyband ini di seputar museum yang saat itu cukup sepi dari pengunjung.






Puas berkelana dan berfoto di Museum BI, pengelanaan dilanjutkan. Dengan pengalaman kurang mengasyikkan sebelumnya saat mengunjungi Pelabuhan Sunda Kelapa di siang hari, maka kami tidak berjalan ke arah pelabuhan itu sebagaimana kunjungan sebelumnya. Kami melanjutkan perjalanan dengan menumpang bus TransJakarta ke arah Blok M, dan turun di halte Monumen Nasional, untuk mengunjungi Museum Nasional.

Ahaha, iya, inilah risiko berjalan2 bersama ustadzah Vera. Senangnya mengunjungi museum! Untung kelima personil boyband ini tidak keberatan. Biaya tiket orang dewasa 5000 rupiah, dan bagi pelajar 2000 rupiah. Di museum ini, tentu saja kami berkeliling, dan berfoto2 lagi :)






Sudah di Museum Nasional, tanggung lah kalau tidak menyeberang ke Monas sekalian, alias Monumen Nasional. Oke, kami menyeberang, piknik di taman dengan makanan kecil yang kami bawa, mengunjungi museum di bagian cawan monumen ini, dan tentu saja ambil foto2 lagi :)



Puaskah sesiangan main di pelataran Monas? Ternyata belum, sodara2. Ada yang ingin bisa naik lift untuk menuju bagian bawah lidah api Monas dan memandang Jakarta dari ketinggian. Saya sih sudah dua kali naik ke sana, jadi tidak terlalu berminat. Tapi kalau saya tolak permintaan itu mentah2 juga tidak enak, kan. Untuk pengalih perhatian, saya tunjukkan saja antrean pengunjung yang mengular ke luar cawan Monas untuk naik ke puncak.

Tuh, antreannya panjang. Sekarang udah hampir jam dua siang. Kamu nggak lapar?

Kata2 bersayap itu manjur. Mereka setuju beranjak. Yuk, kita makan siang aja, zah. Lalu kami berpindah keluar kungkungan pagar Monas. Niat kami tadinya menunggu Mpok Siti, alias city tour bus  bertingkat yang bisa ditumpangi gratis dan melewati beberapa titik wisata ibukota, namun cukup lama menanti, kami tak terangkut juga. Akhirnya kami kembali naik Transjakarta ke arah pertokoan Sarinah dan makan siang yang cukup terlambat di sana.

Rupanya kami termasuk beruntung, karena sore itu mengalami "Hujan Bulan Juni" yang cukup lama dan deras, menyebabkan kami tidak bisa keluar restoran. Baru setelah hujan agak reda kami melangkah ke tepian jalan Jenderal Sudirman, menaiki Kopaja menuju Stasiun Sudirman. Saat itu sudah lewat pukul empat sore, sudah waktunya orang2 yang bekerja di sekitar salah satu jalan pusat bisnis Jakarta itu mengakhiri masa kerjanya. 

Jangan tanya seberapa ramai calon penumpang yang menanti di peron, baik yang mengarah ke Tangerang maupun Bogor. Buat kelima siswa ini, sore tersebut adalah pengalaman pertama mereka berada dalam arus pulang para pekerja komuter dari luar Jakarta. Sebuah kereta kami lewatkan karena penuhnya, dan terpaksa kami menanti kereta berikutnya yang tidak sebentar.

Hampir magrib ketika kami terpaksa singgah di Stasiun Manggarai untuk bertukar kereta ke Bogor. Stasiun itu tentu penuh tak terkira dengan 6 lintasan yang dimilikinya. Ke Kota, Tanah Abang, Bogor dan Bekasi. Kami bergerumbul (seperti semak2, hehe...) di peron menuju Bogor, dan salah seorang dalam rombongan berucap, Untung juga Daffa batal ikut, zah. Dia bisa hilang kalau terpisah di kerumunan sepenuh ini.

Hehe... Iya sih. Insya Allah kapan2 kita bisa berkelana lagi deh, dan Daffa bisa ikut :)

Monday, June 2, 2014

Lanjutan Saat Belajar Menjadi Undagi Abad 21




Kisah ini lanjutan dari kegiatan belajar menjadi undagi abad 21 yang lalu. Karya2 undagi muda modern ini  mulai dirapikan dan dipajang.




Tahap berikut setelah perapian karya, adalah pelaporan kegiatan itu. Setiap siswa pasti punya kesan sendiri saat melakukan praktik karya undagi bersama kelompok masing2. Kali ini, saya menantang mereka untuk melaporkan kesan tersebut dalam bentuk sebuah proyek, tetap proyek bersama kelompok yang sama. Proyek laporan ini berupa pembuatan buletin mini, empat halaman. Isinya, kegiatan yang dilakukan serta kesan mereka sebanyak dua halaman, rangkuman dari berbagai sumber tentang kehidupan di masa praaksara sebanyak satu halaman, dan satu halaman terakhir adalah "investigasi" mereka mengenai beberapa bagian sejarah Indonesia di masa Orde Baru.

Tiap kelas masih terdiri dari empat kelompok. Tiap kelompok saya bebaskan menyusun isi dan desain buletin mereka, nama dan susunan redaksinya, asalkan pembagian halamannya sesuai dengan ketentuan di atas. Oiya, saya juga meminta agar di tiap halaman dimasukkan juga minimal dua foto yang relevan dengan tulisan.

Di laboratorium komputer, mereka beraksi. Pertemuan pertama saya khususkan agar mereka menggunakan jaringan internet untuk mencari materi isi halaman 3 dan 4. Khusus untuk halaman 4 ada pembagian materi yang berbeda untuk tiap kelompok.

Tiap kelompok berbagi tugas di lab komputer.
Ada anggota kelompok mendapat tugas mendesain buletin menggunakan OpenOffice Draw
Kelompok 4 mendapat jatah mencari informasi mengenai berpisahnya Timor Timur dari Indonesia tahun 1999.


Kerjasama kelompok menyelesaikan proyek buletin
Pada pertemuan berikutnya, masih di lab komputer, buletin mini mereka mulai diisi dengan kisah istimewa. Di sela2 persiapan, mereka pun bergaya dengan penuh semangat perusahaan penerbitan masing2.









Dan... delapan buletin mini mengenai materi kehidupan praaksara pun selesai! Semua saya cetak, lalu saya pasang di mading kelas untuk dinikmati bersama. Nikmatnya merasakan teknologi undagi masa praaksara, disambung dengan nikmatnya menyajikan kisah ini kepada pembaca umum.


Berdesak-desak membaca buletin yang tertempel di mading.