Friday, June 18, 2010

Evaluasi Mengajar

Empat tahun lalu, di sekolah tempat saya mengajar di Jakarta.

Siswa2 kelas XA, yang waktu itu baru bertemu saya kembali di semester baru setelah liburan tahun baru, pelan2 mengusulkan pada saya: bersedia atau tidak dibuatkan evaluasi mengajar saya selama satu semester kemarin di mata mereka?

Saya bengong sebentar. Wah, biasanya evaluasi mengajar seorang guru itu dijalankan oleh pimpinan sekolah. Malah seringnya kita tidak diberitahu hasil penilaian mereka (yang bisa jadi objektivitasnya tidak terukur :p). Jadi, sekarang, kenapa tidak? Ini usulan dari siswa, untuk pertama kalinya datang pada saya. Otomatis saya bilang: oke, ayo! Dan sekelas langsung berseru girang dan menyiapkan kertas dan alat tulis masing2. Saya bengong lagi (kebayang ga kalo di kelas ada guru yang hobi bengong kayak saya? :p). Ada apa ini? Kok heboh amat?

Seorang siswa yang duduk di depan, nyengir lebar. "Tadi kami usulkan pada Miss X, eh, dia bilang begini ... 'Jangan kurang ajar, ya...', sambil melotot," katanya menyebut nama salah satu rekan mengajar saya. 

Saya ikut nyengir. Biarlah, sekali2. Toh saya ingin tahu, sekeren apa sih cara mengajar saya selama ini, hehe... Lalu sang ketua kelas mengumpulkan kertas2 kecil yang ditulis anonim itu, menyerahkan kepada saya, masih sambil nyengir. Bahkan saya didorong untuk mau membacakan masukan2 itu langsung saat itu juga.

Ehm... ehm... mendebarkan nih. Lipatan kertas pertama saya buka: "Miss Vera kalo ngomong terlalu cepat". Hiyaaaa... kena nih! Iya... iya... oke... guilty as charged. "Maaf, ga saya ulang. Tolong ingatkan ya kalau saya bicara terlalu cepat lagi...". Seisi kelas mengangguk-angguk. "Tapi...," saya memotong senyum mereka. "Kalian juga harus sadar kalau pelajaran kita hanya satu jam pelajaran seminggu. Artinya, kamu harus mau belajar sendiri lebih rajin ya?"
"Huu..." balas para evaluator muda tersebut saat saya balik senyum lebar.

Giliran kertas kedua: "Banyakin nonton". Hah! Penyakit anak muda, rupanya. Maunya ... Mending kalau mereka pasrah pada film2 yang berhubungan dengan pelajaran. Lhaaa, ini minta nonton Dealova, apaan, coba? Pokoknya usul ini saya tolak dengan semena-mena. "Sori, lagi2 karena jam pelajaran kita sangat terbatas, maka kelas X cuma dapat jatah nonton film Discovery Channel bagian kebudayaan Mesir Kuno," kata saya semena-mena. "Nanti kalau di kelas XI ada yang masuk jurusan IPS, jangan takut... kita bakal nonton film2 keren tentang sejarah dunia!"

"Huuu..." koor itu berkumandang lagi.

(bersambung, ah) :p

No comments:

Post a Comment