Tuesday, July 30, 2013

"Plusplus": Modifikasi Berbagai Model Pembelajaran di IPS Terpadu

Kalau membaca berbagai sumber yang disediakan oleh Kak Google, atau dari para pemateri pelatihan guru  mengenai model2 pembelajaran kooperatif, ada model yang namanya "numbered heads together (NHT)" atau di sini kita sebut saja "kepala bernomor" supaya lebih mudah. Silakan ikut googling sendiri, banyak nian para pengajar yang telah berbagi pengalaman menggunakan model ini dalam pembelajaran di kelas masing2. Jadi bukan saya yang pertama menerapkan, lho (ya iya, lah!). Berbagai materi pembelajaran atau bidang studi juga ternyata bisa menerapkan model ini.

Lalu ada model pembelajaran "jigsaw" atau bongkar pasang. Dalam bentuk pembelajaran kooperatif ini siswa individu menjadi ahli tentang sub-bagian dari satu topik dan mengajarkan sub-bagian itu kepada orang lain. Model lain lagi ada yang namanya "two stay two stray", atau kelompok tamu2an, begitulah biar gampang.

Masing2 model sudah ada langkah dan prosedur sesuai ahli pendidikan yang pertama kali merumuskan atau menjalankannya. Tapi menerapkan begitu saja model2 pembelajaran dengan segala prosedurnya di kelas kita masing2, kok rasanya kurang menantang, ya. Perlu ada modifikasi biar lebih sesuai dengan kondisi lokal. Entah apakah kemudian model yang saya pakai berikut ini masih pantas diaku sebagai "kepala bernomor" plusplus, "jigsaw" plusplus, atau TSTS plusplus, terserah lah, tapi kegiatan belajar yang berlangsung harus bisa memuaskan baik untuk saya maupun para siswa, karena sesuai dengan tujuan pembelajaran dan harapan masing2 pihak :)

Materi kami di kelas IPS Terpadu adalah peristiwa2 seputar proklamasi kemerdekaan Indonesia.
SK: Memahami usaha persiapan kemerdekaan
KD: (1) Menjelaskan proses persiapan kemerdekaan Indonesia, (2) Mendeskripsikan peristiwa-peristiwa sekitar proklamasi dan proses terbentuknya negara RI

Hari Selasa (23/7) materi ini saya sampaikan kepada siswa 2B. Kalau tahun lalu (dan tahun lalunya lagi), para siswa saya minta untuk menggambarkan peritiwa2 tersebut dalam bentuk komik yang kemudian dipresentasikan dengan model pembelajaran kelompok ahli, maka tahun ini komik buatan kakak kelas tersebut sudah "naik kelas" sebagai media pembelajaran. Komik ini jelas lebih ringkas dan menarik daripada buku teks (yang saat ini belum siap diberikan kepada semua siswa). Tentunya komik2 ini sebelumnya sudah mendapat "supervisi" dari saya, sudah saya beri masukan dan kritik agar layak sebagai media pembelajaran.

Saya masih membagi siswa2 di kelas dalam empat kelompok. Kelompok A mendapat jatah komik dengan materi jatuhnya bom atom di Jepang, kelompok B mengenai peristiwa Rengasdengklok, kelompok C tentang proklamasi kemerdekaan, dan kelompok D mengenai sidang PPKI pascaproklamasi.

Modifikasi yang saya lakukan pada model2 pembelajaran di atas adalah seperti ini. Setiap anggota dari tiap kelompok yang terdiri dari 5-6 orang, saya minta menguasai materi yang diberikan. Setelah sekitar 10 menit mendalami komik tersebut, saya tunjuk tiap orang dengan nomor tertentu. Jadilah ada siswa A1, C2, B3 atau D5. Prinsip penomoran ini saya jadikan cara distribusi penguasaan ilmu dari masing2 kelompok. Ada tiga orang dari tiap kelompok, yaitu yang bernomor 1, 2 dan 3 untuk bertamu ke tiga kelompok lain, sementara yang bernomor 4, 5 dan 6 sebagai "penjaga rumah" yang akan menerima kunjungan tamu dari tiga kelompok lain. Para tamu dan tuan rumah bergantian menceritakan dan mendengarkan keempat bagian materi. Mereka juga dipersilakan bertanya bila ada cerita yang kurang jelas.

Aziz bercerita tentang peristiwa proklamasi kemerdekaan Indonesia di "Rumah Peristiwa Rengasdengklok" yang didatanginya

Abdullah menjelaskan kejadian jatuhnya bom atom di Jepang kepada tamu2 dan tuan rumah di "rumah Sidang PPKI"

Satrio sebagai tamu menanggapi pertanyaan Zikri di "rumah Proklamasi" mengenai jatuhnya bom atom di Jepang

Tuan rumah dan tamu2 lain di "rumah Bom Atom" mendengarkan Yoga bercerita tentang proklamasi kemerdekaan

Saat bercerita ini, ada dua hal yang dituntut untuk dikuasai oleh setiap siswa. Hal pertama adalah eksplorasi kemampuan siswa memahami materi yang diberikan. Hal kedua adalah kemampuan siswa untuk mengoptimalkan kemampuan verbal mereka dengan baik untuk menyampaikan informasi kepada teman lain.

Tidak hanya berbagi cerita dan pengetahuan di antara para siswa, saya juga tetap berkeliling di tiap kelompok dan mengecek kemampuan tiap siswa tentang empat bagian yang telah mereka pelajari bersama. Alhamdulillah, tes lisan yang saya berikan cukup memuaskan, tinggal masalah kerapian bahasa yang belum sesuai EYD masih terdengar dari beberapa siswa.

Besoknya, hari Rabu (/7) giliran kelas 2A dengan materi yang sama.

Di "rumah peristiwa Rengasdengklok", tamu2 mendengarkan penjelasan Dimas tentang proklamasi. 

Haidar bertamu dan menjelaskan tentang bom atom Hiroshima dan Nagasaki di "rumah sidang PPKI"

Rafi menjelaskan mengenai sidang PPKI pada teman2 di "rumah proklamasi"

Ada Bimo, Syam'um, Ibnu, Anggi dkk saling berbagi ilmu di "rumah bom atom"
Selain dua hal yang bisa menjadi indikator kemampuan siswa seperti hal yang dinyatakan di atas, cara belajar seperti ini juga tidak membuat bosan, karena semua siswa bisa "berkeliling", tidak hanya duduk di kursi masing2 untuk belajar. Yuk, kembangkan model pembelajaran yang lain!

No comments:

Post a Comment