Sunday, October 12, 2014

Bawang Goreng

Ini cerita lumayan lama dari sebuah sudut sekolah. Akar ceritanya panjang, yaitu dari suatu Sabtu pagi, 22 September 2012. Klub jurnalistik sekolah kami, SMART Ekselensia Indonesia, resmi berdiri. Namanya S'Detik, alias "SMART dengan Jurnalistik.

Pertemuan pertama klub jurnalistik S'Detik, dipimpin oleh Ahmad Rey Fahriza (angkatan 5 SMART EI)


Inti cerita ini adalah kejadian hari Minggu, 21 September 2014. Untuk sebuah acara peringatan dua tahun berdirinya klub jurnalistik S'Detik, saya mengundang semua peserta klub dan beberapa kakak senior yang sudah jadi alumni, untuk berbagi cerita dan pengalaman serta ‘selamatan’ bareng.

Rey datang lagi, sudah jadi alumni SMART bersama Ahmad Rofai (angkatan 6 SMART EI)

Biar seru, saya pesan nasi tumpeng yang cukup untuk 30 orang. Saat ini anggota klub SDetik terdiri dari siswa2 kelas 2 hingga 5, atau angkatan 7, 8, 9 dan 10.

Biarlah 30 orang juga, memang sudah rezeki mereka, kata seorang tukang rambutan kepada istrinya #eh. 

Tumpeng kami di dua tahun SDetik

Sang tumpeng tersebut -nasi kuning berlauk perkedel, tempe orek, telur dadar, terbungkus plastik- tiba sekitar pukul satu siang. Saya meminta beberapa siswa yang telah hadir untuk membantu membawa masuk dan meletakkannya di meja. Mereka membawanya dengan bersemangat, mata berbinar2… dan mengiringinya dengan… hampir semacam koor:

“Hmmm… Bawang goreng…”

Saya jadi terharu. Bagi beberapa orang, bahagia itu ternyata sesederhana bertemu nasi bertabur bawang goreng.


Siang itu yang ikut tumpengan memang tidak sampai 30 orang, tidak semuanya juga masuk dalam foto di atas. Namun alhamdulillah, tumpengnya habis dan hanya menyisakan tampah anyaman bambu saja. Mungkin akibat tuah bawang gorengnya ya ^_^

Foto2: dokumen SDetik.

No comments:

Post a Comment