Bersama ustadzah Retno sang guru Bahasa Indonesia yang keren itu, saya merencanakan kunjungan bersama para siswa di satu hari di mana pembelajaran kami bisa digabungkan. Materi bahasa Indonesia adalah membuat tulisan rubrik berita, jadi kunjungan siswa SMART ke museum ini bisa jadi bahan berita, kan... Setelah menaikturunkan jari menyusuri jadwal pelajaran sekolah selama satu minggu, akhirnya ketemu juga hari di mana pembelajaran IPS bisa digabung dengan bahasa Indonesia, dan sekalian dengan bahasa Inggris. Hari itu adalah hari Kamis, dan dari sekian hari Kamis di bulan ini, yang cocok adalah Kamis tanggal 8 November 2012. Hari ini.
Nah, saya belum pernah mengunjungi museum PETA sebelumnya. Karena itu saya cari2 informasi secara lisan dari para pengajar SMART EI yang berdomisili di Bogor. Eh, ternyata sedikit sekali info yang bisa saya dapatkan dengan akurat. Maka Mbah Google kembali jadi andalan. Klik sana, klik sini... yak, cocok. Jadi, mari kita buat kunjungan pendahuluan.
Dengan menimbang bahwa biasanya museum di banyak belahan dunia ditutup untuk kunjungan pada hari Senin, maka Sabtu siang 3 November 2012 lalu, saya dan ustadzah Retno pun jadi backpacker dadakan di Kota Bogor. Naik turun angkot menyandang ransel, akhirnya menjelang pukul tiga kami tiba di Museum PETA itu, di Jalan Jenderal Sudirman. Wah, rupanya sudah cukup sering juga bangunan ini saya lewati, baik dalam keadaan sadar maupun pingsan :p. Di halamannya terparkir dua buah tank dan dua patung ukuran besar.
Patung Shodanco Supriyadi, pemimpin perlawanan PETA di Blitar |
Mendekati pagarnya yang tertutup... kok kondisinya mengkhawatirkan, ya? Apakah museum ini tutup?
Pagar dalam Monumen dan Museum PETA |
Pak Yadi dan rekannya, Pak Cucu, menerima kami dengan ramah. Mereka pun menjelaskan bahwa museum ini ternyata tertutup untuk kunjungan umum pada hari Sabtu dan Minggu, bukan hari Senin seperti museum lain. Setelah mendengar niat kunjungan kami, mereka sangat gembira mendengar rencana kedatangan 35 siswa nusantara dari SMART EI untuk mempelajari seluk beluk tentara Pembela Tanah Air. Namun sayang disayang, untuk kunjungan yang kami rancang tanggal 8 November ini tidak bisa mereka penuhi karena museum ini memiliki jadwal persiapan pameran Hari Pahlawan di Jakarta.
Pahatan di kompleks Monumen PETA. Di balik dinding setengah lingkaran ini ada relief perjuangan bangsa Indonesia. |
Yaaa... gagal deh membawa siswa melihat lokasi bumi pelatihan tentara PETA di Bogor ini. Setelah mengambil beberapa gambar lagi di dekat tank yang terparkir di halaman depan, kami meninggalkan lokasi. Dengan terisak2 (this is a "lebay" phrase, of course), kami menyusun rencana baru. Mbah Google kembali jadi jagoan, kami mendapat nomor telepon Museum Satria Mandala di Jakarta. Kring...kring... dibantu Ustadzah Cici dari bagian Humas SMART EI, pembelajaran di luar sekolah hari ini dialihkan ke museum yang tadinya adalah Wisma Yaso, tempat kediaman istri presiden pertama Indonesia, Ratna Sari Dewi.
Karena pindah lokasi, pindah pula tujuan pembelajaran kami. Eh, cuma pembelajaran IPS aja sih yang berubah. Dari tujuan mempelajari kondisi di masa pendudukan Jepang, saya tarik tujuan pembelajaran bab berikutnya, yaitu memahami upaya mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Dan di sanalah kami tadi, museum Satria Mandala. Berangkat dari sekolah sekitar pukul 6.15 WIB, menyusuri jalan menuju Jakarta yang you know lah, macet di pagi hari, kami tiba sesaat sebelum pukul 9 WIB, yaitu saat pintu museum mulai dibuka untuk kunjungan.
Turun dari mobil, pikiran saya melayang pada masa bangunan ini masih berfungsi menjadi kediaman nyonya presiden tahun 1960-an. Hmm... it's a vast home, then. Halaman luasnya kini berubah menjadi lapangan parkir mobil pengunjung museum dan lokasi pameran beberapa replika pesawat dan peralatan militer. Masuk ke dalam, ternyata lantai bawah tanah tempat ruang senjata tadinya adalah kolam renang pribadi nyonya presiden. Waauw... (nggak pake koprol, suwer :p).
(bersambung)
No comments:
Post a Comment